Beranda Uncategorized Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan Wilayah

Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan Wilayah

42
0

Pengertian perihal museum berasal dari zaman ke zaman tetap berubah. Hal ini di sebabkan museum tetap mengalami pergantian tugas dan kewajibannya. Museum merupakan suatu tanda-tanda sosial atau kultural dan mengikuti peristiwa pertumbuhan penduduk dan kebudayaan yang manfaatkan museum itu sebagai prasarana sosial atau kebudayaan.

Museum berakar berasal dari kata Latin museion, yaitu kuil untuk sembilan dewi Muse, anak-anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah menghibur. Dalam perkembangannya museion jadi area kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani kuna, layaknya Pythagoras dan Plato. Mereka berpikiran museion adalah area penyelidikan dan pendidikan filsafat, sebagai area lingkup ilmu dan kesenian. Dengan kata lain area pembaktian diri pada ke sembilan Dewi Muse tadi. Museum yang tertua sebagai pusat ilmu dan kesenian terkandung di Iskandarsyah.

Lama-kelamaan gedung museum tersebut, yang pada mulanya area pengumpulan benda-benda dan alat-alat yang di perlukan bagi penyelidikan ilmu dan kesenian, berubah jadi area menyatukan benda-benda yang diakui aneh. Perkembangan ini meningkat pada abad pertengahan. Kala itu yang di sebut museum adalah area benda-benda khusus milik pangeran, bangsawan, para pencipta seni dan budaya, dan juga para pencipta ilmu pengetahuan. Kumpulan benda (koleksi) yang ada mencerminkan minat dan perhatian khusus pemiliknya.

Benda-benda hasil seni rupa di lengkapi benda-benda berasal dari luar Eropa merupakan modal yang kelak jadi basic pertumbuhan museum-museum besar di Eropa. “Museum” ini jarang di buka untuk penduduk lazim sebab koleksinya jadi ajang prestise berasal dari pemiliknya dan kebanyakan hanya di perlihatkan kepada para kerabat atau orang-orang dekat. Museum terhitung dulu di artikan sebagai kumpulan ilmu ilmu di dalam karya tulis seorang sarjana. Ini terjadi di zaman ensiklopedis yaitu zaman sesudah Renaissance di Eropa Barat, di tandai oleh kegiatan orang-orang untuk memperdalam dan memperluas ilmu mereka perihal manusia, beragam model flora maupun fauna dan juga perihal bumi dan jagat raya di sekitarnya. Gejala berdirinya museum terlihat pada akhir abad ke-18 sejalan bersama pertumbuhan ilmu di Eropa. Negeri Belanda yang merupakan anggota berasal dari Eropa di dalam hal ini terhitung tidak ketinggalan di dalam upaya mendirikan museum.

Perkembangan museum di Belanda sangat pengaruhi pertumbuhan museum di Indonesia. Di awali oleh seorang pegawai VOC yang bernama G.E. Rumphius yang pada abad ke-17 sudah manfaatkan waktunya untuk menulis perihal Ambonsche Landbeschrijving yang antara lain memberikan deskripsi perihal peristiwa kesultanan Maluku, di samping penulisan perihal keberadaan kepulauan dan kependudukan. Memasuki abad ke-18 perhatian pada ilmu ilmu dan kebudayaan, baik pada era VOC maupun Hindia-Belanda, tambah jelas. Pada 24 April 1778 berdiri Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Lembaga tersebut berstatus 1/2 resmi, di pimpin oleh dewan di reksi. Pasal 3 dan 19 Statuten pendirian instansi tersebut mengatakan bahwa tidak benar satu tugasnya adalah pelihara museum yang meliputi: pembukuan (boekreij); himpunan etnografis; himpunan kepurbakalaan; himpunan prehistori; himpunan keramik; himpunan muzikologis; himpunan numismatik, pening dan cap-cap; dan juga naskah-naskah (handschriften), terhitung perpustakaan.

READ  Profil Kolonel Donny Pramono, Komadan Grup 3 Sandhi Yudha Satuan Kopassus Paling Rahasia

Lembaga tersebut membawa kedudukan penting bukan saja sebagai perkumpulan ilmiah, tetapi terhitung sebab para anggota pengurusnya terdiri berasal dari tokoh-tokoh penting berasal dari lingkungan pemerintahan, perbankan dan perdagangan. Yang menarik di dalam pasal 20 Statuten menyatakan bahwa benda yang sudah jadi himpunan museum atau Genootschap tidak boleh di pinjamkan bersama cara apapun kepada pihak ketiga dan anggota-anggota atau bukan anggota untuk dipakai atau di simpan, jika perihal perbukuan dan himpunan naskah-naskah (handschiften) sepanjang aturan membolehkan.

Pada selagi Inggris mengambil alih kekuasan berasal dari Belanda, Raffles sendiri yang segera mengepalai Batavia Society of Arts and Sciences. Kegiatan perkumpulan itu tidak dulu berhenti, apalagi Raffles berikan area yang dekat bersama istana Gubernur Jendral yaitu di sebelah Harmoni (Jl. Majapahit No. 3 sekarang).

Selama kolonial Inggris nama instansi di ubah jadi Literary Society. Namun saat Belanda berkuasa kembali, di ganti pada nama semula, Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Watenschappen dan memusatkan perhatian pada ilmu kebudayaan, khususnya ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu bangsa-bangsa, ilmu purbakala, dan ilmu sejarah. Sementara itu, pertumbuhan ilmu ilmu alam mendorong berdirinya lembaga-lembaga lain. Di Batavia anggota instansi makin tambah terus, perhatian di bidang kebudayaan berkembang dan koleksi meningkat jumlahnya, sehingga gedung di Jl. Majapahit jadi sempit. Pemerintah kolonial Belanda membangun gedung baru di Jl. Merdeka Barat No. 12 pada 1862. Karena instansi tersebut sangat berjasa di dalam penelitian ilmu pengetahuan, maka pemerintah Belanda berikan gelar “Koninklijk Bataviaasche Genootschap Van Kunsten en Watenschappen”. Lembaga yang tempati gedung baru tersebut sudah berbentuk museum kebudayaan yang besar bersama perpustakaan yang lengkap (sekarang Museum Nasional).

READ  Ronaldo Jadi Orang Pertama dengan 500 Juta Follower Instagram

Sejak pendirian Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen untuk pengisian koleksi museumnya sudah di programkan antara lain berasal berasal dari koleksi benda-benda bersejarah dan kepurbakalaan baik berasal dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Semangat itu sudah mendorong untuk jalankan upaya pemeliharaan, penyelamatan, pengenalan apalagi penelitian pada peninggalan peristiwa dan purbakala. Kehidupan kelembagaan tersebut hingga era Pergerakan Nasional masih aktif apalagi sesudah Perang Dunia I. Masyarakat setempat di dukung Pemerintah Hindia Belanda menyimpan perhatian pada pendirian museum di lebih dari satu area di samping yang sudah berdiri di Batavia, layaknya Lembaga Kebun Raya Bogor yang terus berkembang di Bogor. Von Koenigswald mendirikan Museum Zoologi di Bogor pada 1894. Lembaga ilmu ilmu dan kebudayaan yang bernama Radyapustaka (sekarang Museum Radyapustaka) di di rikan di Solo pada 28 Oktober 1890, Museum Geologi di dirikan di Bandung pada 16 Mei 1929, instansi bernama Yava Instituut didirikan di Yogyakarta pada 1919 dan di dalam perkembangannya pada 1935 jadi Museum Sonobudoyo. Mangkunegoro VII di Solo mendirikan Museum Mangkunegoro pada 1918. Ir. H. Maclaine Pont menyatukan benda purbakala di suatu bangunan yang saat ini di kenal bersama Museum Purbakala Trowulan pada 1920. Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Museum Herbarium di Bogor pada 1941.

Di luar Pulau Jawa, atas prakarsa Dr.W.F.Y. Kroom (asisten residen Bali) bersama raja-raja, seniman dan pemuka masyarakat, di dirikan suatu perkumpulan yang di lengkapi bersama museum yang diawali pada 1915 dan di resmikan sebagai Museum Bali pada 8 Desember 1932. Museum Rumah Adat Aceh di dirikan di Nanggroe Aceh Darussalam pada 1915, Museum Rumah Adat Baanjuang didirikan di Bukittinggi pada 1933, Museum Simalungun di dirikan di Sumatera Utara pada 1938 atas prakarsa raja Simalungun.

Sesudah kemerdekaan Indonesia 1945 keberadaan museum di abadikan pada pembangunan bangsa Indonesia. Para pakar bangsa Belanda yang aktif di museum dan lembaga-lembaga yang berdiri sebelum akan 1945, masih di izinkan tinggal di Indonesia dan terus menjalankan tugasnya. Namun di samping para pakar bangsa Belanda, banyak terhitung pakar bangsa Indonesia yang menggeluti permuseuman yang berdiri sebelum akan 1945 bersama kemampuan yang tidak kalah bersama bangsa Belanda.

Memburuknya jalinan Belanda dan Indonesia akibat sengketa Papua Barat memicu orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia, terhitung orang-orang pendukung instansi tersebut. Sejak itu keluar sistem Indonesianisasi pada beragam hal yang berbau kolonial, terhitung pada 29 Februari 1950 Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang di ganti jadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). LKI membawahkan dua instansi, yaitu museum dan perpustakaan. Pada 1962 LKI menyerahkan museum dan perpustakaan kepada pemerintah, lantas jadi Museum Pusat beserta perpustakaannya. Periode 1962-1967 merupakan era sukar bagi upaya untuk perencanaan mendirikan Museum Nasional berasal dari sudut profesionalitas, sebab pemberian keuangan berasal dari perusahaan Belanda sudah tidak ada lagi. Di sedang kesulitan tersebut, pada 1957 pemerintah membentuk anggota Urusan Museum. Urusan Museum di ganti jadi Lembaga Urusan Museum-Museum Nasional pada 1964, dan di ubah jadi Direktorat Museum pada 1966. Pada 1975, Di rektorat Museum di ubah jadi Di rektorat Permuseuman.

READ  Begini Cara Mencopot dan Memasang Aki Mobil yang Benar

Pada 17 September 1962 LKI di bubarkan, Museum di serahkan pada pemerintah Indonesia bersama nama Museum Pusat di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Museum Pusat di ganti namanya jadi Museum Nasional pada 28 Mei 1979.

Penyerahan museum ke pemerintah pusat di ikuti oleh museum-museum lainnya. Yayasan Museum Bali menyerahkan museum ke pemerintah pusat pada 5 Januari 1966 dan segera di bawah pengawasan Direktorat Museum. Begitu pula bersama Museum Zoologi, Museum Herbarium, dan museum lainnya di luar Pulau Jawa merasa di serahkan kepada pemerintah Indonesia. Sejak museum-museum di serahkan ke pemerintah pusat, museum tambah berkembang. Bahkan museum baru pun bermunculan, baik di selenggarakan oleh pemerintah maupun oleh yayasan-yayasan swasta.

Perubahan politik akibat gerakan reformasi yang di pelopori oleh para mahasiswa pada 1998, sudah membuat perubahan tata negara Republik Indonesia. Perubahan ini memberikan dampak pada permuseuman di Indonesia. Di rektorat Permuseuman di ubah jadi Direktorat Sejarah dan Museum di bawah Departemen Pendidikan Nasional pada 2000. Pada 2001, Di rektorat Sejarah dan Museum di ubah jadi Direktorat Permuseuman. Susunan organisasi di ubah jadi Di rektorat Purbakala dan Permuseuman di bawah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata pada 2002. Di rektorat Purbakala dan Permuseuman di ubah jadi Asdep Purbakala dan Permuseuman pada 2004. Akhirnya pada 2005, di bentuk kembali Di rektorat Museum di bawah Di rektorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (Tim Direktorat Museum)